lpmgraffity-com – “Keadilan dan perlindungan korban kekerasan seksual adalah wujud dari nilai-nilai agama, Pancasila, dan konstitusi UUD 1945”.
Beberapa pekan ini saya bersama teman-teman merasa geram dan terbawah perasaan atas kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang marak terjadi, apalagi itu terjadi diranah perguruan tinggi (sebut saja kampus UND).
Ya, kiranya wujud dari lingkungan perguruan tinggi yang aman, sehat, dan nyaman tanpa kekerasan seksual nampaknya memang hanya jargon belaka. Toh penanganan kasus pelecahan dan kekerasan seksual karena pelakunya orang terdekat (dosen, karyawan, ataukah mahasiswa) selalu tak menjadi prioritas untuk mengusut tuntas dan menindak pelakunya secara tegas.
Alih-alih kasusnya semacam es, dicairkan, hilang dan tak terselesaikan dengan baik.
Padahal loh, beberapa pekan lalu aktivis kampus lagi merdeka-merdekanya atas upaya penetapan ‘Permendikbud Ristek’ No. 30 tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang merupakan upaya nyata dengan melibatkan semua pihak untuk berkolaborasi memutus rantai kekerasan seksual.
Namun demikian tidaklah mudah memberikan pemahaman secara masif pada semua pihak, karena pada kenyataannya sampai saat ini pun perguruan tinggi masih kecolongan atas maraknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual.
Ini menjadi bukti bahwa Institusi pendidikan tidak memiliki mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual secara baik dan berkeadilan.
Perlu disorot bahwa kebanyakan korban pelecehan dan kekerasan seksual selalu menyasar kelompok rentan.
Diantaranya adalah perempuan, sehingga menyebabkan terjadinya penekanan untuk pencabutan laporan pengaduan, ancaman DO, penghakiman dan intimidasi lainnya yang membuat korban jadi enggan untuk bersuara dan merasa takut.
Padahal partisipasi dari pihak lingkungan perguruan tinggi wajib berpihak pada korban serta memberikan jaminan pendampingan, perlindungan, pemulihan, dan pengenaan sanksi atas pelaku seperti amanah Permendikbud No. 30 tahun 2021 (silahkan dibaca biar sama-sama paham).
Sehingga fakta yang terjadi, pihak perguruan tinggi akan melakukan segalah macam cara untuk menutup rapat kasus pelecehan dan kekerasan seksual demi menjaga nama baik institusinya.
Bahkan, loh akses pemulihan atas korban pun sangatlah minim baik itu dari oknum pendidik itu sendiri.
Padahal sisi kepedulian pada korban, serta memberikan sanksi berat pada pelaku mampu memulihkan nama baik dan kepercayaan kembali masyarakat pada perguruan tinggi yang benar benar aman, sehat, dan nyaman tanpa kekerasan seksual ketika menitipkan anak-anaknya.
Dari situasi ini, saya sendiri banyak belajar bahwa perempuan akan selaluh dianggap lemah dibandingkan dengan laki-laki dan mudah untuk dilecehkan.
Perempuan yang bukan siapa siapa akan selalu kalah oleh kuasa dan nyaris tidak mudah dalam mengungkap sebuah kasus berlatar pelecehan dan kekerasan seksual yang dialami perempuan.
Selalu berliku, penuh tantangan, bahkan perempuan akan diintimidasi dan terpojokkan tanpa memperoleh haknya sebagai korban.
Sementara, jika berharap penanganan kasusnya pada kepolisian pun tak ada jaminan, karena kasus-kasus sebelumnya pun banyak yang mangkrak tanpa ada kepastian tindak lanjutnya.
Bahkan nasib korban pun seringkali berbalik di mata penegak hukum. Ya seperti kasus sebelumnya malah dijadikan sayembara.
Padahal notabennya kepolisian sebagai lembaga penting yang menjaga keamanan, ketertiban, dan penegakkan hukum yang berkeadilan dan berkesetaraan justru tidak mampu menindak pelaku yang masih berkeliaran bebas.
Jika nantinya ada yang keberatan atas pencantolan instansi yang saya sebut di atas, saya sama sekali tak ada maksud menyudutkan, justru tujuannya untuk mendorong adanya perubahan penanganan kasus kekerasan di instansi tersebut untuk lebih baik, dan lebih serius.
Karena pelecehan dan kekerasan seksual bisa menyasar pada siapa pun, dimana pun, dan kapan pun. Dan kasus-kasus ini akan terus bertambah jika dibiarkan begitu saja.
Sementara sangat jelas tertuang pada misi Kota Palopo 2018-2023 atas jaminan dan perlindungan kelompok rentan yang didalamnya termasuk perempuan.
Harusnya perguruan tinggi ikut andil untuk menciptakan Kota Palopo yang aman bagi perempuan.
Semoga keadilan, kebenaran dan empati akan segera datang dari keseriusan perguruan tinggi, pemerintah dan penegak hukum untuk ikut berpihak dan bersama mengusut tuntas kasus kekerasan seksual yang terjadi.Semoga!!!
Editor: (Ay)