OPINI : DOSEN BERCANDA TAPI RASIS

0

lpmgraffity.com — Di tengah kemajuan dunia pendidikan, masih ada saja oknum dosen yang melontarkan candaan bernuansa rasis kepada mahasiswa. Sebuah ironi, mengingat mahasiswa adalah representasi kaum intelektual yang semestinya dijunjung tinggi martabat dan keberagamannya. Saat terjadi penyimpangan, mahasiswa harus bersikap kritis dan menjunjung integritas, sesuai dengan perannya sebagai agen perubahan, kontrol sosial, kekuatan moral, cadangan masa depan, dan penjaga nilai-nilai kebenaran.

Namun, realitas hari ini menunjukkan bahwa banyak mahasiswa memilih bungkam saat melihat ketidakadilan atau ketimpangan, baik dalam tingkah laku maupun kebijakan yang dilakukan oleh pihak dosen. Padahal, mahasiswa memiliki tanggung jawab sosial yang lebih besar daripada sekadar mengejar gelar akademik atau prestasi pribadi. Peran mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat menjadi vital, tetapi kerap kali diabaikan.

Contoh nyata terjadi di IAIN Palopo, di mana seorang dosen melontarkan perkataan yang tidak pantas kepada mahasiswanya: “Kamu orang dari Timur ya? Soalnya rambutmu keriting. Di kelas saya itu semua orang dari Sulawesi.” Pernyataan ini jelas menunjukkan diskriminasi yang tidak sepatutnya datang dari seorang tenaga pendidik. Dosen adalah figur profesional dan ilmuwan yang semestinya menghargai kemajemukan serta memberikan teladan positif bagi mahasiswa.

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Bab 2, Pasal 6 menyatakan bahwa pendidikan tinggi harus berlandaskan prinsip:

a. Pencarian kebenaran ilmiah atau sivitas akademika.

b. Demokratis, berkeadilan, dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa.

Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ini tidak hanya mencoreng dunia pendidikan, tetapi juga mengkhianati cita-cita luhur pendidikan itu sendiri. Sebagaimana dikatakan oleh Soe Hok Gie: “Mendiamkan sebuah kesalahan adalah kejahatan.”

Mahasiswa, sebagai agen perubahan, harus mengingat sejarah perjuangan mahasiswa Indonesia. Pada tahun 1966, 1974, hingga reformasi 1998, mahasiswa memainkan peran penting dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Kini, semangat itu harus terus dihidupkan untuk melawan segala bentuk ketidakadilan, termasuk diskriminasi dan rasisme di lingkungan kampus.

Semoga mahasiswa masa kini dapat bangkit, merefleksikan perannya, dan menjadi garda terdepan dalam menegakkan kebenaran. Mari belajar dari sejarah dan melanjutkan perjuangan demi menciptakan lingkungan akademik yang inklusif, adil, dan bermartabat.

__________________

Tim Redaksi 

Penulis : Andi Ahmad Syafaat 

Editor : Crew LPM Graffity