Penulis : MArGa
Lembaga mahasiswa adalah wadah untuk mempererat silaturahmi, bertukar ide, gagasan dan juga sebagai penampung aspirasi bagi para mahasiswanya. Lembaga Mahasiswa terbagi beberapa struktur yang hampir sama persis dengan struktur dalam negara, akan tetapi secara penamaan yang berbeda.
Secara umum kelembagaan mahasiswa juga menggunakan konsep Trias politica, ada lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Contohnya bidang eksekutif, Dema universitas /Institut, Dema fakultas. Adapun ditingkatan prodi atau jurusan yang dinamakan HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) atau HMPS (Himpunan Mahasiswa Program Studi) dan sementara di bidang legislatif yaitu ada MPM (Majelis Permusyawaratan Mahasiswa) dan di yudikatif ada mahkamah mahasiswa.
Begitupun di IAIN Palopo juga mengikut beberapa struktur yang di gambarkan di atas. Ia mempunyai lembaga DEMA sebagai eksekutif dan SEMA (Senat Mahasiswa) sebagai legislatif sekaligus yudikatif.
Setiap aktivitas lembaga mahasiswa, mempunyai visi misi yang lebih mengedepankan aktivitas yang produktif, juga melahirkan gerakan-gerakan yang kuat untuk spirit perjuangannya.
Sudah beberapa dekade belakangan telah di buktikan oleh lembaga mahasiswa dalam implementasi visi misi yang bernuansa produktif dan kolektif dalam dunia gerakan demonstrasi baik merespon internal kampus maupun di luar kampus.
Namun gerakan kelembagaan mahasiswa akhir-akhir ini telah bergeser ke hal-hal yang tidak produktif atau lebih mengedepankan euforia, yang bisa mencoreng citra diri kelembagaannya, tidak bercermin kepada spirit sejarah perjuangan pendahulu, dan bisa saja hanya sekedar menggugurkan kewajiban dalam pembuatan program yang tidak semustinya ia buat.
Parahnya apabila ia melakukan aktivitas yang mengedepankan euforia belaka itu adalah lembaga eksekutif maka sama halnya mencederai fungsi kelembagaan.
Kegiatan itulah akan turun temurun dilakukan, karena nya telah di pertontonkan oleh pendahulu yang mengisi kelembagaan tersebut.
Sehingga aktivitas dan peran kelembagaan itu perlu untuk selalu kita refleksi, karena secara realitas sudah ada beberapa kelembagaan eksekutif melakukan kegiatan yang bukan lagi menjadi tupoksinya. mulai dari kegiatan olahraga, nyanyi-nyannyian dan masih banyak lagi. Nyata nya memang bukan peran lembaga eksekutif.
Hal-hal yang bukan fungsinya sudah kerap kali di lakukan oleh kelembagaan eksekutif mahasiswa mulai dari kegiatan nyanyi-nyannyian dan olahraga yang seperti tergambarkan di atas tadi, dan itu juga di dukung oleh beberapa pihak dosen
Secara analisis dukungan beberapa dosen dalam agenda tersebut, hanya semata-mata untuk menina bobokan gerakan-gerakan yang memperjuangkan mahasiswa lainnya, semisal mahasiswa yang sulit akan pembayaran UKT/BKT dan tindakan oleh beberapa pihak birokrasi atau dosen yang merugikan mahasiswa, permasalah seperti ini hampir tidak lagi di suarakan.
Apabila aktivitas itu masih saja kerap dilakukan, maka nalar kritis mahasiswa akan tidak pernah tumbuh dalam kampus dan masiswa baru yang harusnya orang yang di didik tuk jadi kritis melalui edukasi yang melahirkan nalar kritis, dan bukan malah menenggelamkan nalar kritis itu.
Sementara itu aktivitas yang menutup dan menengalamkan nalar kritis juah, apabila ia bangga ketika bisa membangun hubungan emosional dengan pihak birokrasi kampus yang sudah masuk kedalam kategori berafiliasi dengan birokrasi. Kita hanya tak ingin melihat kelembagaan ini Masi saja di racuni dengan aktivitas yang tidak sepantasnya dilakukan oleh kelembagaan mahasiswa yang membuatnya bisa saja menjadi boneka birokrasi.
Oleh karena itu, tulisan ini lahir dari kegelisahan penulis terhadap realitas dinamika LEMA yang terjadi. Dengan penuh harapan besar, pada kelembagaan mahasiswa untuk kembali pada koridor perjuangan dan aktivitas tupoksinya, agar selalu mengidentifikasi setiap mahasiswa yang sulit akan pembayaran UKT/BKT dan mengadvokasi setiap kebijakan kampus yang dampaknya merugikan mahasiswa.
Editor : Wahdi Laode Sabania