OPINI : Free Speech Dalam Berekspresi
lpmgraffity.com – OPINI — Bukan hal yang salah sebagai warga indonesia, negara demokrasi, melontarkan opininya terhadap publik, apalagi sedang panasnya pemilu pilpres 2024 yang mengundang khalayak banyak untuk mengekspresikan pendapatnya, dan itu adalah suatu kebebasan.
Terkadang opini yang di lontarkan tidak sependapat dengan orang lain, tentu saja itu adalah hal yang normal. Tidak jarang pula orang menganggap ‘boleh beropini asal berdasarkan fakta dan data disertai dengan ‘etika’. Dan tak jarang juga cenderung berdasarkan pendapat pribadi
Kebebasan berekspresi dan kritis adalah hak fundamental yang memungkinkan individu untuk menyatakan pendapat, ide, dan kritik mereka tanpa takut akan pembalasan atau sensor. Ini adalah pilar demokrasi yang memungkinkan kita untuk berpartisipasi dalam debat publik, mempertanyakan kebijakan, dan mendorong perubahan.
Sah-sah saja, karena setiap orang memiliki hak persnya dalam segala hal, sesuai dengan Pasal 28E ayat (3) “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat.” Melontarkan Opini dengan sebebas-bebasnya tanpa ada batasan maupun aturan diksinya, sebab Opini adalah pikiran yang di lontarkan secara bebas dalam bentuk yang bebas, yang tidak memerlukan ‘Etika’, hal ini sejalan dengan pendapat seorang intelektual publik Indonesia, Rocky Gerung, bahwa “Sopan santun/etika adalah bahasa tubuh, pikiran tidak memerlukan sopan santun, dan sopan santun/Etika dalam berfikir adalah kemunafikan.”
Namun, cukup banyak orang yang menutup dan membatasi pintu pers/pendapat orang lain yang justru mematikan nilai kritis yang di butuhkan oleh Negara Demokrasi ini.
Namun minimnya kesadaran kolektif tentang kebebasan kritis dimasyarakat terutama di kalangan mahasiswa adalah hal yang cukup miris dan justru mematikan nilai kritis yang di butuhkan oleh Negara Demokrasi ini. Bukan tanpa sebab, namun adanya represi dari berbagai belah pihak kepada individu yang berekspresi atau kritis menimbulkan ketakutan jangka panjang untuk menjadi seorang intelektual.
Tetapi kembali lagi, berani beropini maka berani untuk di kritik. Kritik yang di maksud adalah mengkritik opininya bukan personalnya. Tulisan ini pun di buat berdasarkan opini penulis yang tentu saja sudah siap untuk di kritik tulisannya.
Berbicara soal batasan untuk mengkritik, tentu ada batasan, batasan itu berlaku ketika kritikan tersebut sudah di luar dari tujuannya yaitu mengkritik pemikirannya, dan begitupun sebaliknya dengan opini. Serta, perlunya memahami apa substansi dari opini sebelum mengkritik.
________________
Tim Redaksi
Penulis : Shalsabilah Ramadhani
Editor : Crew LPM Graffity
Tinggalkan Balasan