Berawal dari sebuah cerita kehidupan,
melihat Ibu Pertiwi meringis dalam penjara Kedamaian.
Memaknai arti hidup tentang perjuangan.
Dalam resah orang tua yang selalu merindukan nestapa.
Yang memaksa mahasiswa untuk kembali bersuara,
memukul dan mendobrak kebijakan yang metafora.
Nyanyian Buruh tani, dan Darah juang membakar Semangat,
tak peduli terik matahari membakar Kulit,
asalkan mulut tak bisu untuk berbicara didepan teras kampus yang sakit.
Demi keadilan yang sempit.
Teriakan lantang menggema semesta kala penindasan, nyata terpampang didepan mata.
Teringat di dalam kepala, kepalan tangan dan lantang suara mahasiswa “wahai kalian civitas akademika yang bermahkota, bak Maheswara, tidakkah kalian malu bila gajimu tinggi tapi mahasiswamu sengsara?”
Merah putih kami genggam, sebagai simbol abdi terhadap rakyat dan bangsa.
Menyaksikan budak-budak pemerintah yang bersanding mesra dengan civitas akademika,
untuk menodai Bhineka tunggal ika. Sebagai frasa semboyan bangsa.
Kami hanyalah mahasiswa, bukan sebagai pahlawan atau Profesor sejuta prestasi.Lalu rangkaian angka menjadi ancaman basi, kami hanya ingin satu kebijakan yang adil, dan mengayomi!
Kami mahasiswa,
Bukan pangkat yang membesarkan,
Bukan gelar yang mebesarkan,
Namun kami besar karena Perjuangan.
Hidup Mahasiswa!
Hidup Rakyat Indonesia!
Padang Sappa, 2021
(Zulkarnain)
Editor : (Kud..)