Apa itu Milenial?
Milenial biasa dikenal dengan generasi Y, generasi tersebut adalah demografi setelah generasi X.
Generasi Milenial dimulai dari tahun 1980-an hingga pada tahun 2000-an.
Dikutip dari USA Today, study menunjukkan bahwa generasi milenial lebih terkesan Individual, cenderung mengabaikan masalah politik, dan hanya fokus pada nilai-nilai yang sifatnya materialistis, serta kurang peduli untuk membantu sesama.
Hal tersebut berdasarkan study analisis terhadap dua data base kepada 9 juta orang yang duduk di bangku SMA dan mahasiswa yang baru duduk di bangku kuliah.
Di sisi lain, generasi ini memiliki karakter pribadi pemalas, narsis dan lebih cenderung hanya mencicipi sebahagian dari pekerjaan yang satu ke pekerjaan yang lainnya.
Generasi milenial pada umumnya lebih akrab dan cenderung menggunakan komunikasi media dan teknologi digital.
Di sebagian besar belahan dunia, generasi tersebut dianggap memiliki pengaruh besar terhadap peningkatan liberalisasi politik dan ekonomi, meskipun pengaruhnya masih dalam lingkar perdebatan.
Generasi ini dianggap akan menyebabkan peningkatan pengangguran yang tinggi dikalangan anak muda, serta kemungkinan besar akan menimbulkan spekulasi tentang krisis sosial-ekonomi jangka panjang yang akan merusak generasi.
Dengan demikian masuknya zaman yang serba teknologi digital seperti saat ini atau yang biasa kita kenal dengan Era Revolusi Industri 4.0 dimana keterbukaan informasi sangat luas dan tak terhingga jangkauannya, tentunya melalui akses internet.
Akses internet tersebut bisa di akses oleh siapa saja dan kapan pun kita mau. Sehingga kebutuhan primer yang tadinya hanya sandang, pangan, dan papan bertambah lagi menjadi kebutuhan akan internet.
Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyatakan, sebanyak 143,26 juta dari total dari 262 penduduk indonesia sudah bisa mengakses internet.
Dari 143,26 pengguna internet tersebut, ternyata 49,52% diantaranya adalah anak muda, dengan rincian usia dimulai dari usia 13-18 tahun berada di angka 16,68%, usia 19-34 tahun 49,52%, usia 35-54 tahun 29,55% dan diatas 54 tahun sebanyak 4,24%.
Angka-angka tersebut merupakan hasil survey sepanjang Tahun 2017.
Melihat hal ini, jika milenial tidak kreatif dan produktif serta bijak menyambut kemajuan teknologi dengan literasi digital maka potensi degradasi pengetahuan akan segera menjemput.
Momentum tersebut harusnya menjadi peluang untuk mengkampanyekan budaya-budaya literasi khususnya literasi digital agar pola fikir, tindakan, kebiasaan, dan karakter para milenial menjadi aktif, kreatif serta produktif dalam mengambil keputusan dan tindakan, di balik kondisi zaman yang serba praktis dan instan.
Bisa kita lihat realita yang terjadi di sekeliling kita yang sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan sepertinya budaya literasi mulai keropos serta mengalami kemunduran yang pada akhirnya akan memperburuk catatan literasi kita.
Kutipan UTARA TIMES, dari laman perpustakaan.kenedagri.go.id, bahwa tingkat literasi indonesia pada penelitian di 70 Negara, Indonesia berada pada urutan ke 62,” kata Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Suhajar Diantoro dalam Rapat Koordinasi Bidang Perpustakaan Nasional tahun 2021.
Dengan demikian melihat data-data tersebut kita tidak boleh pesimis, namun justru harus lebih optimis untuk melakukan proses penyadaran sebagai milenial yang terpelajar, di mulai dari diri kita sendiri dan lalu melangkah ke sekeliling kita.
Kemudian baru-baru ini melihat optimisme Perpustakan Nasional RI dan Duta Baca Indonesia bersinergi untuk memajukan meningkatkan literasi Digital.
Nah, perlu kita merefleksi alasan apalagi yang harus kita jadikan sebagai pembenaran untuk tidak menumbuhkan minat literasi, sebab semua fasilitas sudah tersedia, mulai dari media baca manual sampai media baca digital.
Jika para kaum milenial tidak mengevaluasi diri dan merenung untuk menumbuhkan minat baca maka yakin dan pasti budaya literasi negara kita di masa akan datang menjadi lebih buruk.
Editor: (Ay)