lpmgraffity.com – “Tentang Kamu yang tidak bisa berada satu shaf di depan ku dihadapan Tuhan ku, dan aku yang tidak bisa berada disamping mu dihadapan Tuhan mu”
Sedari pagi Aleo sudah berada di rumah ku, membantuku menyusun Skripsi walaupun berbeda jurusan selagi dia bisa, dia harus membantu ku.
“Emang ini udah revisi yang keberapa?” Leo bertanya sambil tangan nya tetap sibuk di atas keyword memperbaiki susunan skripsi ku.
” tigaaa.” Aku menjawab frustasi pertanyaan dari Leo, pasal nya perskiprisian ini benar benar melelahkan karna tak kunjung sampai pada tahap acc.
“Revisi sekali lagi aja biar genap” Leo terkekeh mengejek wajah nelangsa ku di hadapan nya.
“Emang kurang ajar, songong banget mentang mentang udah sidang.” Aku hampir saja melempari Leo dengan bantal sofa yang ku pegang namun Ayah tiba tiba datang menghampiri kami di ruang tamu.
“Udah dulu itu gelud nya, nak leo ayo ke masjid sholat jummat udah mau waktunya ini.” Ayah datang dan memberikan sarung berwarna putih dan baju kokoh putih ke arah Aleo.
” iya yah.” Leo tersenyum lalu bangkit dan menerima sarung serta baju kokoh dari Ayah dan akan ke kamar mandi untuk berganti pakaian, sebelum pergi dia menoleh ke arah ku dan mengangguk untuk meyakinkan.
Setelah berganti pakaian Aleo dan ayah berjalan bersama menuju masjid di dekat rumah, aku benar benar lupa kalau hari ini hari jummat dan seharusnya aku menyuruhnya pulang lebih awal tadi karna kenyataan nya Aleo adalah seorang anak Tuhan.
Beberapa jam kemudian, Aleo kembali dengan membawa kotak nasi pembagian dari masjid, dan menghampiri ku di ruang tamu.
” ayah mana?” Tanya ku saat melihat Aleo hanya pulang sendiri.
” itu di depan lagi meet and great sama tetangga.” Aleo menjawab tapi tangan nya sibuk membuka kotak nasi dari masjid dan menyamankan posisi nya untuk makan.
“Leo ini udah 2 kali kamu ikut sholat jummat.”
“Ho oh udah 2 kali juga aku dapat nasi kotak ” dengan enteng nya dia menjawab, emang minta di hantam.
“Leo aku serius, kamu kan bisa nolak tadi” suara ku memelan di akhir kata, mendengar pembahasan ini Leo kembali menutup nasi kotak nya dan duduk menghadap ke arah ku.
” dalam agama kamu kan laki laki wajib sholat jummat, terus aku harus bilang apa buat nolak ayah kamu,aku harus bilang saya bukan muslim om.” Aku hanya bisa mengigit bibir ku mendengar ucapan dari Aleo.
“Kalau kamu nyuruh aku buat nolak ajakan ayah kamu, kamu juga waktu itu harusnya bisa nolak ajakan mama aku buat ibadah natal di rumah ku waktu itu.” Aleo melanjutkan ucapan nya, menginggatkan ku tentang hari natal di waktu itu.
Dimana mama Aleo memintaku untuk datang ke rumah nya karna tak enak menolak, tanpa sepengetahuan Aleo aku datang kerumah nya dan tentu saja dia terkejut melihat ku dengan rambut yang tergerai panjang, selama ibadah natal nya berlangsung dia menatap ku dengan tatapan tajam selepas berdoa dia menarik ku menjauh dari keluarga nya.
“Kamu kenapa lepas hijab kamu?!” Nada suara nya memang tidak meninggi tapi terlihat jelas kalau dia sekarang sedang marah.
“Ini wig” aku menunjukkan lapisan hijab yang tersembunyi di balik wig panjang yang ku pakai, belum sempat Aleo kembali membuka mulut, mama aleo memanggil kami berdua untuk ikut bergabung makan malam.
” udah gak papa yah saffiyah.” Aleo tersenyum dan menepuk nepuk kepala ku, kemudian kembali membuka nasi kotak nya dan sesekali memperhatikan skripsi ku yang belum selesai.
Di malam hari nya selepas aku, ayah dan ibu selesai sholat isya berjamaah ibu meminta ku untuk tidak beranjak dari tempat saat aku ingin ke kamar menyimpan mukenah ku.
“Duduk dulu saffiyah ada yang mau ibu bicarakan.” Tiba tiba perassan ku tidak enak menunggu apa yang akan ibu katakan.
” Kamu sudah berapa lama dengan Aleo.” Ibu bertanya dengan tenang sambil melipat rapi mukenah nya.
” Sudah 4 tahun bu.” Entah kenapa perasaan ku menjadi tidak tenang ketika ibu mulai membahas hubungan ku dengan Aleo.
“Saffiyah kamu ingat kan kata kata ibu yang ngebolehin kamu pacaran tapi ada syarat nya, apa syarat yang pernah ibu bilang ke kamu?” Ibu kali ini menatap ku dengan serius.
“Ja..jangan pernah menganggu hubungan orang lain. Da…dan..” mulut ku terasa kaku untuk melanjutkan ucapan ku sendiri, pembahasan yang ku hindari akhirnya terjadi.
“Dan?” Ibu menuntut ku melanjutkan ucapan yang terasa sangat sulit terucap dari bibir ku.
“Jangan pacaran dengan yang berbeda keyakinan.” Air mata keluar tanpa kusadari saat mengatakan hal itu, fakta yang selalu coba ku abaikan dan sepelekan dalam hubungan ku dengan Aleo.
“Emang kenapa bu? ,nak Aleo kan islam. Dia ikut sholat jummat kok dengan ayah tadi siang.” Ayah bertanya bingung merasakan suasana yang tidak enak antara aku dan ibu.
“Aleo kristen yahh, selama 4 tahun ini saffiyah bohong sama kita, safiyyah bohong sama Tuhan.” Air mata ibu jatuh saat mengatakan hal itu, rasa kecewa nya membuat ku tak sanggup menatap wajah nya, Ayah pun juga tidak dapat menyembunyikan raut terkejut nya mengenai hal ini.
Kemudian ibu mengeluarkan kalung dari kantung celana nya, aku terkejut melihat kalung itu, itu kalung salib Aleo. Kalung yang kata Aleo tidak pernah dia lepas semenjak papa ny memberikan nya.
“Ini punya Aleo kan, ibu ketemu kalung ini di kamar mandi mungkin ngak sengaja jatuh waktu Aleo ganti baju.” Ucapan ibu membuat ku tidak bisa berkata apa apa.
“Kamu selama 4 tahun ini ga pernah mikir gimana perasaan ibu sama ayah kalau tau kamu pacaran sama yang beda keyakinan? Ibu cuman minta 2 hal saffiyah kenapa kamu langgar kepercayaan ibu.”
” Aleo bilang mau masuk islam” suara ku bergetar saat mengatakan hal itu.
“Masuk islam? Apa alasan leo mau masuk islam? Biar dapat restu dari ibu? Dia mau masuk islam karna kamu?” ibu menghardik ku dengan banyak pertanyaan yang satu pun sangat sulit untuk aku jawab.
“Pikir Saffiyah jika dia ingin masuk islam bukan karena panggilan hatinya karna Allah tapi hanya karna agar dia bisa sama kamu, kamu pikir rumah tangga kamu akan bahagiaa!” Ibu kembali melanjutkan perkataan nya saat melihat ku diam tak menjawab pertanyaan nya.
“Begini nak, kamu adalah seorang wanita kodrat kamu jika berumah tangga adalah seorang makmum bagaimana cara Aleo membimbing kamu jika dia sendiri berbeda bimbingan dengan kamu.” Ayah yang sedari tadi diam mengeluarkan pendapat nya dan juga memegang tangan ibu mencoba menenangkannya.
“Satu lagi, jika memang Aleo masuk islam karna kamu, bagaimana kamu bisa ngehadapin keluarga nya Aleo, kamu pikir kamu bisa ngehadapin keluarga Aleo setelah kamu ngerebut anak mereka dari Tuhan nya?!” Suara ibu bergetar dan juga air mata yang tak henti nya keluar, dia membayangkan nasib putri satu satunya kedepan nya jika masih terus memaksakan hubungan yang menentang Tuhan ini.
“Pilihan ada di kamu saffiyah, kamu masih ingin bersama Aleo atau kamu pilih ngedengar ucapan ibu. Dan jika kamu pilih Aleo, ibu anggap ibu tak pernah mempunyai kamu dan ibu haramkan jenazah ibu untuk kamu sentuh.”
Setelah mengatakan itu, ibu segera pergi. Hati Saffiyah bergetar ibarat di sambar petir, matanya bergetar dan pikirannya berkecamuk tentang perkataan ibunya, namun di lain sisi ia tak mau melepaskan Aleo, ia sungguh mencintai pria itu, tapi yang berkata seperti ini itu ibunya, surganya.
Hati Saffiyah mencelos ia benar-benar bingung, air mata yang tak henti nya berderai pun seperti tak ingin berhenti.
Apa bisa ia memiliki keduanya tanpa menyakiti salah satu ?
Beberapa bulan kemudian..
Dengan setelan kemeja putih rapi, Aleo Rajendra melangkah kan kaki nya masuk kedalam bangunan suci umat islam yaitu sebuah masjid tua, masjid yang telah di datangi nya 2 kali dengan membohongi diri nya sendiri dan juga sang Kuasa nya. di dalamnya telah ada beberapa orang yang datang, tubuhnya serasa bergetar di setiap langkah nya memasuki masjid ini.
Dia pun mengambil posisi duduk bersila dengan jantung yang berdetak kencang dan mata nya tanpa sengaja bertemu pandang dengan Ayah Saffiyah, Ayah saffiyah memberinya pandangan yang sulit untuk diartikan.
Tak lama kemudian seorang wanita memasuki masjid dengan balutan gaun putih sederhana namun nampak indah di tubuhnya dan juga jilbab yang senada dengan gaun yang dikenakan nya dan sesuatu yang baru pertama kali Aleo lihat pada gadis itu adalah cadar yang menutupi wajah gadis itu dan hanya menampakkan mata nya saja. Gadis itu, gadis yang memberikan perubahan positif pada dirinya, yang memiliki tempat di hatinya, Saffiyah Maharani.
Setelah semua siap,penghulu mempersilahkan Ayah Saffiyah menjabat tangan mempelai laki laki dan mengikrarkan ijab kabul.
Bismilahhirohmanirahim
Saya nikahkan dan kawin kan engkau dengan putri saya Saffiyah Maharani binti muhammad yusuf dengan engkau Muhammad Jeano Lakeswara bin Ahmad Lakeswara dengan maskawin seperangkat alat sholat dan mas 20gram di bayar tunai
Saya terima untuk menikahi dan kawinnya Saffiyah Maharani binti Muhammad yusuf…SAH!!
Kata sah yang diucapkan secara lantang itu bagaikan tanda bahwa kisah nya dan Saffiyah benar benar telah usai, kisah cinta yang berat karna mereka yang seamin namun tak seiman, yang bukan hanya melibatkan 2 hati tapi juga 2 keyakinan.
Setelah prosesi ijab kabul berlangsung kini saatnya para tamu undangan memberikan selamat kepada kedua mempelai.
Saat berada tepat di depan kedua mempelai, mata Aleo tidak dapat berbohong, tatapan nya tidak dapat menyembunyikan kesedihan besar yang dia rasakan.
“Selamat atas pernikahan mu Saffiyah semoga kamu selalu bahagia dalam kehidupan mu.” Aleo menyatukan kedua tangan nya di depan dada memberikan selamat kepada Saffiyah, sekarang dia menghormati status dan pilihan Saffiyah.
“Terimah kasih, semoga kamu juga segera menemukan kebahagiaan kamu.” Suara Saffiyah jelas bergetar, dia sesegera mungkin mengalihkan pendangan nya dari mata Aleo, dia tidak ingin air mata nya keluar dan dilihat orang lain.
Sama halnya dengan Aleo dia pun berpindah kehadapan suami Saffiyah, suami saffiyah menjabat uluran tangan Aleo dan mereka berpelukan.
“Tolong bahagia kan dia.” Perkataan Aleo di ikuti dengan air mata nya yang sudah tak dapat lagi dia tahan.
” pasti. Dan terimah kasih telah menjaganya.” Balas jeano dengan tulus.
Selanjutnya Aleo berdiri dihadapan orang tua Saffiyah dia bersalaman dengan Ibu Saffiyah.
“Maafkan tante,tapi ini yang terbaik semoga kamu juga segera menemukan kebahagiaan mu.” Air mata ibu Saffiyah juga turun tanpa dia sadari. Ayah Saffiyah juga merengkuh Aleo dalam pelukan nya.
” cepatlah menemukan kebahagiaan mu nak, kamu adalah lelaki yang baik.” Aleo mengangguk di tengah usaha nya untuk menghentikan air mata nya sendiri, dia tersenyum dan kemudian pamit untuk pergi. Lebih tepatnya pamit karna cerita nya telah usai disini , bersama gadis yang mengisi hati nya selama 4 tahun terakhir , gadis yang pernah membuatnya berpikir untuk menentang Tuhan.
Namun pada akhirnya tangan yang mengadah tidak ditakdirkan menyatu dengan tangan yang bertaut.
Editor : Ay